Selasa, 23 Agustus 2016

Komposisi Warna (Part 3)

Anggi Herlin Prakasa


“Sudahlah, Nggi… gak usah di masukan ke hati omongan mereka. Mereka hanya iri sama kamu aja kok”, hibur Xyavenna.

“….”, Anggi hanya diam.

“Daripada mikirin omongan mereka, makan aja yuk”, bujuk Xena sekali lagi.

Sebenarnya Xena tidak tega temannya terus-terusan diejek seperti ini. Anggi sendiri juga sebenarnya juga sedih tapi ia selalu berpikiran ‘yang penting aku melakukan hal yang benar, gak seperti yang mereka semua bicarakan tentangku’ jadi ia tidak terlalu ambil pusing sebenarnya. Kemudian, mereka berdua pun melanjutkan makan siang mereka di tengah keadaan kantin yang mulai kembali ramai seperti semula. Setelah menyantap makanan kantin, para siswa wajib mengembalikannya di kios mereka mengambil. Jadi, kantin tetap bersih dan rapi tanpa piring, gelas, dan alat makan lainnya yang berserakan di ruangan tersebut
.
Setelah selesai makan, Anggi dan Xyavenna beranjak ke kelas. Sekali lagi, Xyavenna mencoba membujuk Anggi untuk pergi menemaninya ke pameran di Jogja.

“Nggi, ikut yaa.. please.”, pinta Xena

“Emm, bukannya aku gak mau, Xen. Aku-nya sih gak masalah pergi kapan aja. Tapi, kamu-nya 
bagaimana? Siap ulangan besoknya? Terus kalau transportasinya ada gak? Kalua naik kendaraan umum gak bisa soalnya rawan kan?”, jelas Anggi.

Ia memang perencana yang detil dan rasionalistis. Ia hanya tak ingin temannya jadi susah sendiri karena hal kecil. Xena terdiam sejenak. Anggi benar juga. Masalahnya apa ia sudah bisa mengatur waktu seperti Anggi.

“Coba dipikirin dulu deh sambal jalan, nanti telat nih”, tegur Anggi sambil melirik kearah jam tangannya.

Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju kelas. Di tengah perjalanan, tepatnya di depan ruang guru, tiba-tiba ada yang memanggil Anggi.

“Anggi!! Anggi Herlin”, seru seorang pria yang baru saja keluar dari ruang guru. Refleks, Anggi langsung menoleh kearah sumber suara.

“Saya Pak?”, tanya Anggi, meyakinkan.

“Iya, kamu. Kesini, bapak mau bicara sama kamu. Teman kamu yang itu ikut juga gak apa”, katanya sambil memberi isyarat untuk masuk ke ruang guru.

Mereka berdua pun mengikuti instruksi Pak Panji. Tak lama setelah masuk, sehabis memberi salam, mereka duduk di sofa-sofa tempat para guru biasa mengobrol.

“Pertama, bapak selaku guru bahasa kamu dan mewakili sekolah ini, ingin berterimakasih sama kamu karena pada lomba debat kemarin kamu sudah berhasil membanggakan sekolah ini. Penampilan kamu pada lomba kemarin hebat sekali”, puji Pak Panji.

“Iya, Pak. Saya juga berterimakasih sama Bapak karena telah membimbing saya selama pelatihan sehingga saya bisa melakukannya secara maksimal”, balas Anggi

“Oleh karena itu, bapak sudah minta izin dengan Kepala Sekolah, untuk memberikan reward untukmu, yaitu day-off buat kamu selama 3 hari terhitung mulai besok sampai hari Minggu nanti.”, jelas Pak Panji

“Tapi pak, selama saya pelatihan saya kan jarang masuk kelas, saya takut ketinggalan pelajarannya, pak.”

“Soal itu, saya yakin kamu pasti bisa mengejarnya, kamu anak yang pintar kok, Nggi.”

“tapi pak..”

“Anggi, ini sebagai tanda terimakasih dari bapak sama sekolah ini, karena kamu sudah melakukan yang terbaik buat kami. Kami juga ingin kamu beristirahat.”

“…”

“Bapak mohon, jangan di tolak ya, Nggi?”, pinta Pak Panji.

Anggi terdiam sejenak. Berpikir, apa ia sebaiknya mengambil tawaranya atau tidak.

“Baiklah, pak. Saya akan mengambil day-off-nya. Terima kasih Pak, atas perhatian Bapak kepada saya.”, jawab Anggi.

“Yasudah, kalau begitu kamu boleh meninggalkan ruangan ini, karena kelas sebentar lagi akan mulai. Silahkan.”, kata Pak Panji

Mereka berdua pun meninggalkan ruang guru dan bergegas ke kelas secepatnya. Jam belajar pun berlangsung dengan normal, menyisakan kedamaian di lingkungan sekolah tersebut. Anggi pun focus belajar untuk mengejar materi yang ketinggalan kemarin, sedangkan Xena sibuk menyusun rencana untuk membujuk Anggi sekali lagi.



Anggi Hartono Prakasa


“Hmmm… yang mana ya yang cocok?”, gumam Anggi pada dirinya sendiri. Ia tengah sibuk di tengah lukisan-lukisan karyanya, sibuk memilih mana yang harus ia daftarkan untuk lomba hari Minggu nanti.

“Yang ini aja kali ya.. Ah, enggak cocok sama temanya.”,gumamnya lagi. Ia pun berkeliling lagi mencari lukisan yang tepat.

Setelah berputar-putar selama kurang lebih 10 menit, akhirnya ia menemukan 2 lukisannya yang cocok, yang satu menggambarkan ‘Pandawa Lima’ dan yang lainnya menggambarkan keanekaragaman budaya di Indonesia. Cocok dengan temanya, ‘Wonderful Indonesia’.

Setelah puas dengan pilihannya, ia pergi meraih gelas yang tergeletak di meja bundar, tempat biasa ia menaruh palet cat warnanya. Gelas bertuliskan “Gak perlu sedih kalau sendiri, matahari juga sendiri dan dia akan tetap bersinar”, yang selalu memberikannya semangat untuk selalu berusaha sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Mengisinya dengan teh, ia memang seorang tea-addict yang selalu sedia teh dimana pun ia bekerja. Menghirup aroma the bisa membuatnya menjadi lebih rileks, melepaskan penat yang sedari tadi tinggal di kepalanya.

Setelah meneguk habis tehnya, ia pun berniat untuk membereskan ruangan yang tadi sempat ia ubrak-abrik.

“Huft..”, helaan napas panjangnya terdengar jelas  di ruangan tersebut.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu.

“….
-o-

paulina (22)
Agatha (02)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger news

SELAMAT DATANG DI KELAS XI MIPA 7 SMA TARUNA NUSANTARA

Disqus Shortname

Comments system