Minggu, 31 Juli 2016

Negeriku Pengganggu Dunia

Dulu!
Sering ku dengar lantunan indah lagu "Indoseia Raya"
Dulu!
Sering ku lihat Merah Putihku berkirbar
Dulu!
Sering ku cium harum semerbaknya negeriku ini
Dulu!
Aku bangga negeriku bisa mengganggu dunia

Tapi?
Semua kenangan indah itu kian pudar
Lantunan Indonesia Raya tak seindah dulu
Merah Putihku kini enggan berkibar
Harumnya negeriku kalah dengan negeri sebelah

Hari demi hari, negeriku kian tenggelam
Apa yang terjadi pada negeriku?
Kemana kejayaan negeriku?
Dimana harga diri negeriku?

Hatiku bergejolak menahan rindu yang tak ada habisnya
Hatiku bergejolak menahan amarah kepada para penguasa negeri ini
Hatiku bergejolak melihat generasi emas kita yang kian terpuruk
Hatiku bergejolak mendengar negeri sebelah berjaya dimana-mana

Kini terbersit di hatiku, membuat kapal itu kembali berlayar
Kini terbersit di hatiku, membuat sayap itu kembali mengepak
Kini terbersit di hatiku, membuat cakar itu kembali mencengkram
Kini terbersit di hatiku, membuat Indonesia Raya kembali mengganggu dunia

Aku percaya, suatu saat nanti generi emas itu yang akan mewujudkan impianku
Harapanku bukan sekedar angin yang menerpa pohon
Bukan juga tetesan air di daun talas
Tapi harapanku adalah sebuah bintang baru yang akan memancarkan sinarnya

Keyakinanku akan tetap berkobar
Aku yakin, aku percaya
Negeriku bisa!
Indonesia Raya akan indah lagi!
Merah Putihku akan berkirbar dengan gagah!
Dan harum semerbak negeriku akan menghantui dunia




Moh Mahrus Ali (XI-Mipa 7/18)

Hutan Indah

Aku berlari aku berkeringat
Aku terlelah aku berduduk
Aku berlari sampai aku menemukannya
Aku tidak akan berhenti saat aku lelah

Hutan...
Aku berlari mengejar impian
Mengejar harapan
Akan ku kuras semua tenaga
Demi cita cita yang tercapai

Hutan...
Mengapa engkau begitu gelap?
Mengapa engkau begitu lebat?
Mengapa engkau begitu sejuk?

Hutan...
Aku tidak akan berhenti saat aku lelah
Aku akan terus mencari siapa dia
Aku terus mengejar apa itu

Hingga akhirnya
Aku menemukan hutan yang indah
Aku menemukan kupu kupu terindahku
Dan akan berhenti saat aku selesai

KARYA:
Bramantio Senoaji (XI MIA 7/ ABSEN 8/ GRAHA13)

Kebahagiaan



KEBAHAGIAAN

Senyumlah.....
Andainya senyummu itu,
Bisa menopengi kedukaan,
Karena kau akan lebih menderita,
Melihatkan wajahmu sengsara.

Ketawalah..
Andainya tawa itu,
Mampu mengusir kecewa,
Karena titisan luka pasti mengalir,
Tanpa hati yang mengepam gembira.

Carilah bahagia,
Biarpun sampai ke hujung nyawa,
Karena itulah pengobat segala nestapa.

Andainya jasadmu kian longlai,
Bertongkatkanlah dengan ucapan,
Karena ucapan adalah sebuah doa,
Dengan doa pasti engkau akan gembira.

Karya : Amorentes.R.B.
                 Rully Jeremy A.H.S.

Sabtu, 30 Juli 2016

Catatan Kecil Tentang Cinta

"Pak, tunggu disini dulu ya saya masuk sebentar!"
"Baik non"
Cewek ini adalah Nadira yang biasa dipanggil Dira. Dia baru saja pindah sekolah dari SMA Negeri 72 Bandung. Dira pindah sekolah karna dikeluarkan dari sekolah lamanya. Dira anak yang gaul, hobinya belanja dan sering kabur dari sekolah alias bolos yang juga alasan sekolah mengeluarkan dia. Mungkin bisa dibilang ERROR!. Dan akhirnya orang tuanya pun memutuskan agar Dira sekolah di salah satu sekolah favorit di ibukota ini.

"eh aku nitip absenya!" teriak Dira di depan pintu kelas, tanpa berpikir panjang ia pun segera meninggalkan kelas itu lagi dan berlari keluar sekolah sebelum guru mendapatinya bolos.
GUBRAKKK!!!!!
"Liat-liat dong kalau jalan. Sakit tau!" teriak Dira dengan nada kesal
Reza bingung, pikirannya sedang kacau. Ya jelas saja, dia baru saja pulang dari Belanda untuk mengharumkan nama Indonesia dengan memenangkan medali emas Fisika, tentu saja ia sangat lelah. Belum lagi paginya ia harus bergegas ke sekolah karna terlalu banyak pelajaran yang ia tinggalkan.
"Ma-a-af.. aku sedang buru-buru. Kamu gak apa-apa kan ? Sakit gak ?"tanya Reza
"Sok perhatia banget sih!" Dira pun segera bangkit dan berlari lagi keluar kampus, meninggalkan Reza.
"Dibantuin kok ya gamau... malah dibilangin sok perhatian..dasar cewek jaman sekarang"umpat Reza
"Loh ini apa ?" sebuah buku kecil bersampul kulit coklat yang sudah usang, tergeletak di lantai. Reza segera mengambilnya dan memasukkannya dalam tas karna takut terlambat masuk pelajaran.

Sesampainya dikelas, Reza segera meletakkan tasnya di meja favoritnya, yaitu tepat di depan meja guru, lalu mengambil absen. Saat ia mencentang namanya di daftar hadir, ia merasa ada nama yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Nadira Raisa Subroto, namanya tidak pernah tercatat dalam ingatannya.
"Mungkin anak baru"pikirnya. Tanpa berpikir keras mencari tahu pemilik nama tersebut, Reza pun segera kembali ke kursinya dan membuka tasnya. Baru saja ia duduk semua anak kelas mengerubuninya bak gula yang dirubungi semut. Semua teman kelasnya sangat antusias mendengar cerita Reza saat ia di Belanda.
"Selamat pagi siswa!" teriak pak Budi wali kelas mereka
Seluruh siswa segera kembali ke tempat duduknya masing-masing pelajaran pun dimulai seperti biasa.

Teng...Teng...Teng!
Seluruh siswa langsung keluar untuk istirahat saat pak Budi sudah meninggalkan kelas.
Reza yang sedang tidak ingin keluar kelas, segera membuka tasna dan mengambil buku yang ia temnukan tadi.
Tiba-tiba saja Dira datang. Reza langsung kaget dan dengan sigap memasukkan buku tersebut ke dalam tasnya. Reza melihat nama yang tertulis di baju cewek yang ia tabrak tadi pagi. Gadis itu ternyata murud baru yang ia lihat namanya di daftar hadir.
"Oh dia murid baru" gumamnnya




-Part 1-


Nathania Shinta B.S
Shalmain Lintang A.

Komposisi Warna













Part 1

Tokoh :
Anggi H. Prakasa (Perempuan) apprentice kritikus Lukisan
Anggi H. Prakasa (Laki – Laki) apprentice Pelukis



Anggi Hartono Prakasa


“hah.. akhirnya selesai juga lukisannya.”,kata seorang laki laki dengan lukisan terpampang indah dihadapannya. “mau ke kantin gak, nggi?”, Tanya laki-laki lain di belakangnya. “Boleh, Ton. Yuk.”
Jam istirahat pun mulai. Di tengah - tengah jam istirahat terdengar bel pengumuman.

*ting tong*

“Panggilan kepada Anggi Prakasa harap ke ruang Kepala Sekolah sekarang juga. Diulangi, Panggilan kepada Anggi Prakasa harap ke ruang Kepala Sekolah sekarang juga. Terima kasih. ”  

Anggi yang tadinya sedang on the way ke kantin, langsung bingung ketika mendengar pengumuman tersebut.

“Wah.. kena masalah apa kamu, nggi? Hahaha”

“Yah, jangan – jangan.. gara – gara aku mecahin pot depan ruang guru kemarin lagi!”, kata Anggi dengan panik.

“Eits, gak ikutan yah.”, balas Toni cepat dan langsung berlari meninggalkan Anggi yang panik sendirian.

"Dasar..", gerutu Anggi.

Dengan pasrah dan khawatir Anggi berjalan menyusuri lorong yang menuju ke Ruang Kepala Sekolah. Ruang Kepala Sekolah memang cukup jauh dari kantin karena bangunan sekolahnya di desain berbentuk huruf 'O' dengan kantor kepala sekolah di tengah - tengah gedung-gedung sekolah lainnya. Ia memang sudah lama bersekolah di Sekolah Seni ini. Sudah menjadi impiannya sejak kecil untuk bersekolah disini. Ia sudah hafal betul letak - letak ruangan di sekolahannya, karena setiap ada waktu luang, ia lebih memilih berkeliling untuk mencari inspirasi dibanding melakukan kegiatan lainnya seperti membersihkan alat-alat lukis. Yah, walaupun ada piket, sih. Tetapi, terasa berbeda kali ini karena Ia dipanggil oleh Bapak Kepala Sekolah, Pak Dani. Beliau memang terkenal dengan kedisiplinannya yang tinggi dan ketelitiannya yang akurat, karena itu ia diangkat menjadi pemimpin sekolah seni ini.

Dengan perasaan ngeri, Ia memandang pintu bertuliskan ‘Ruang Kepala Sekolah’. Ia mengetuk pintu perlahan dengan gugup sambil menunggu jawaban.

“Masuk.”, terdengar balasan dari dalam ruang Kepala Sekolah.

“Selamat Siang Pak.. Maaf, Pak. Ada apa memanggil saya?”, tanya Anggi dengan nada gugup.

“Kesini kamu, Anggi.”, kata Pak Dani dengan nada yang tegas. Anggi menurut. 

“Begini nak, Bapak sudah melakukan penilaian terhadap dirimu selama akhir-akhir ini dan hasilnya…”

Mendengar perkataan Pak Dani, membuat Anggi menelan ludah.

“Maaf Pak… sungguh saya tidak sengaja menyenggol pot itu Pak. Saya menyesal telah berbuat ceroboh. Saya akan segera mengganti potnya Pak, yang penting tolong Pak, jangan beritahu orang tua saya Pak. Saya minta maaf Pak.”

"....."

"Saya sungguh  menyesal, Pak. Saya janji, tidak akan mengulanginya, dan akan bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan."

“Oh jadi kamu yang memecahkan pot itu?", selidik Pak Dani dengan nada yang sedikit meninggi.

"I..I-Iya P-pak.."

"Tapi, sebenarnya saya ingin memberi tahu tentang perlombaan lukis di Jogja lusa nanti, dan saya lihat, kamu punya potensi lebih, Nggi. Karya mu akhir - akhir ini sangat baik dan pantas untuk diikut sertakan di lomba itu.”, kata Pak Dani sambil menyodorkan beberapa kertas brosur lomba.

“Ohh.. Jadi Bapak tidak marah kepada saya?”, tanya Anggi dengan polos.

“Ya, kali ini saya maafkan. Yang penting, jangan diulangi lagi, intinya kamu mau atau tidak mengikuti lomba itu? Kalau kamu tidak ikut lomba ini sangat disayangkan karena ini kesempatan emas untukmu.”

“Baik Pak saya ikut, tapi saya mohon masalah pot itu, jangan beritahu orang tua saya.” Kata Anggi dengan nada memohon.

“Ya. Sudah, kamu boleh pergi sekarang.", balas Pak Dani dengan tegas.

"Terima kasih, Pak. Akan saya persiapkan, saya undur diri dahulu, Pak.", kata Anggi dengan sopan.

-o-

Anggi Herlin Prakasa



Di siang hari, ruang kelas seni. Banyak siswa yang sedang melakukan kelas melukis. Beberapa membentuk kelompok, beberapa bekerja sendiri. Salah satu diantaranya ialah Anggi Herlin Prakasa. Seorang siswi berbakat seni, seni mengkritik tentunya.

“Bagaimana Nggi menurutmu?”, tanya Melly tentang lukisannya.

“Kalau menurut aku sih komposisi warna yang dipilih tuh bertabrakan, jadi tema lukisanmu tidak begitu jelas.”, ucap seorang perempuan berambut panjang ikat satu sambil membenarkan posisi kacamatanya.

“Harusnya warna yang dipilih warna cerah, bukan suram kaya gini.”, ujarnya lagi.

“Oh gitu. Ok, thanks.”, balas Melly. Ia memang sudah terbiasa dengan kata-kata ‘pedas’ dari Anggi.

"Anggii.. komennya gak usah pedes gitu dong.", timpal perempuan berambut pendek. Cubitan di pipi Anggi sebagai hadiah dari bentuk protesnya.

Xyavenna namanya. Biasa dipanggil Xena. Hanya ia yang berani mencubit pipi Anggi, karena ia sahabatnnya, sejak SD hingga SMA sekarang. Selain sahabatnya, siapapun yang berani menyentuh pipi Anggi, dipastikan akan 'pulang tinggal nama", karena tidak akan kuat melawan Anggi. Ya, ia selalu sempurna dalam segala hal. Mulai dari bidang akademik, ia selalu menjadi juara kelas, terkadang juara paralel juga 'disabet' olehnya. Kedua, penampilan, ia tergolong proporsional dengan kulit cerah, rambut hitam legam yang selalu terikat dengan rapi, wajahnya yang cantik tapi tegas  ditambah menggunakan kacamata menggambarkan ia orang yang perfeksionis. Ketiga,  olahraga, ia adalah sabuk hitam Taekwondo, atlit renang, dan pemain andalan tim tenis lapangan sekolahnya.   Termasuk seni, Ia bahkan dijuluki "apprentice kritikus" karena keahliannya dalam menilai sesuatu dengan sempurna. Hanya saja, ia agak lemah dalam mengolah kata - kata, sehingga terkesan 'pedas' dan 'menikam'. Sahabatnya, Xyavenna, sudah menerima Anggi yang seperti itu.

"Eh Anggi, ada pameran lomba lukisan di Jogja. Ikut yuk!”, kata Xena sambil menyodorkan brosur lomba.

"....


-o-


Agatha Advenia
Danti Fadilla
Paulina

MIMPI ITU (?)





Dani seorang siswa di suatu SMA ternama di Garut. Dia sangat gemar bermain sepakbola, sampai-sampai dia menjadi pemain PS Garut. Dia juga seorang penggemar club PERSIB Bandung, sehingga dia sering ke Bandung untuk menonton club kesayangannya secara langsung. Dia menggunakan uang sakunya untuk menonton club sepakbola kesayangannya. Dani sering berangkat bersama teman-temannya dan supporter PERSIB Bandung dari Garut.
            Selain menonton club kesayangannya PERSIB Bandung, dia juga mengikuti kompetisi di DIVISI II sebagai pemain PS Garut. Sehingga dia jarang masuk sekolah, padahal dia sudah kelas 3 dan sebentar lagi sudah UN. Dia mempunyai keinginan menjadi pemain sepakbola professional, tetapi keinginannya itu tidak sesuai keinginan ibunya yang menginginkan Dani menjadi Tentara seperti ayahnya, yang telah meninggal 3 tahun yang lalu.
            “Kamu harusnya belajar bukan hanya bermain sepakbola terus, Ibu ingin setelah lulus nanti kamu menjadi tentara, bukan jadi tukang bola!”kata ibu Dani.
            “Tetapi bu, aku sangat menyukai sepakbola. Mengapa aku dipaksa untuk menjadi tentara?” bantah Dani yang penuh dengan keringat setelah latihan sepakbola.
            “ ibu ingin kamu menjadi tentara karena ayahmu sudah tidak ada, kamu juga tahu sendiri bahwa ibu disini hanya ibu rumah tangga, ibu ingin kehidupanmu kelak menjadi lebih baik lagi, ini juga kebaikanmu.” Kata ibu
            “Ya sudah bu, nanti ku pikirkan lagi.” Jawab Dani sambil berjalan menuju kamar mandi.
Keesokan harinya dani berangkat kesekolah dengan motor tua nya peninggalan ayahnya. Di seolah Dani mempunyai teman dekat yang selalu menemaninya dari SMP yaitu Yanti. Kehidupan Yanti sangat jauh berbeda dengan Dani, Yanti adalah seorang anak orang kaya ia selalu berangkat ke sekolah menggunakan mobil. Yanti sebenarnya tidak menyukai sepak bola namun ia menjadi sedikit mengerti sejak ia berteman dengan Dani. Yanti juga sering menonton ketika Dani bermain sepakbola membela PS Garut, dan Yanti juga sering ikut dengan Dani ke Bandung untuk menonton PERSIB Bandung.
Ketika jam pulang berbunyi Dani cepat-cepat menuju motor tua nya untuk menuju tempat latihannya. Namun ternyata motor Dani mogok. Dani menuntun motor sendiri, beberapa lama kemudian Dani bertemu dengan Yanti dijalan, akhirnya Dani ditolong oleh Yanti. Yanti mengantar Dani menuju tampat latihannya menggunakan mobil miliknya. Sampai di tempat latihan, ternyata ada pelihat bakat dari club PERSIB Bandung untuk mencari pemain muda. Dani sangat semangat,dia menampilkan permainan terbaiknya. Ketika selesai latihan , Dani didatangi oleh pelihat bakat tersebut. Dan ternyata Dani ditawarin mengikuti seleksi menjadi pemain muda PERSIB Bandung yang akan dilaksanakan pada seminggu lagi.
            Dua hari setelah kejadian itu dani melaksanakan UN dan mendapatkan informasi dari ibunya bahwa 5 hari lagi ada tes tentara. Tes tentara itu bertepatan dengan tes pemain Persib. Dani pun bingung harus mengikuti yang mana akhirnya dia meminta saran kepada yanti.       
            “menurutku sih kamu ikut tes pemain Persib saja karena itu kan cita-cita kamu sejak lama jadi pemain bola profesional. itu kesempatan langka loh" saran yanti
"tapi yan, ibu ku gak setuju aku jadi pemain bola. dia mau aku jadi tentara seperti ayah ku dan aku gak mau jadi tentara karena menurutku pendidikan yang mereka berikan terlalu keras" jawab dani 
"yah saran ku sih mending kamu bilang sejujurnya aja dan ke ibu mu" balas yanti  
 keesokan harinya ketika dani pergi lari sore yanti datang ke rumah dani dan berbicara tentang keinginan dani
"tapi yan, ibu gak mau dani jadi pemain sepak bola yang masa depannya gak jelas" jawab ibu dani 
"tapi bu talenta kayak dani tuh bisa jadi pemain hebat bu, jarang orang yg bisa lari secepat dia" balas yanti
"pokok nya ibu mau dani jadi tentara seperti ayahnya" potong ibu dani       
malamnya ibu dani mendapatkan mimpi bertemu dengan ayah dani dan berkata "biar kan dani memilih jalan hidupnya sendiri, kita sebagai orang tua hanya bisa mendukungnya saja" kesesokan paginya ibu dani jatuh sakit dan di bawa kerumah sakit di kota garut.
“dan kalo kamu mau ikut seleksi pemain persib ibu gak papa, ibu udah gak ngelarang kamu jadi pemain bola lagi” kata ibu dani
“gak bu aku mau jadi tentara aja aku gak mau kita hidup susah kayak gini terus” jawab dani sambil meneteskan air mata
“kamu jadi pemain bola kayak sekarang aja ibu udah seneng dan, berangkat ke bandung dan buat bangga ibu nantinya” suruh ibu dani
Akhirnya dani berangkat ke bandung di antar yanti dan mengikuti seleksi pemain persib. Keesokan harinya ternyata ia lolos menjadi pemain persib bandung dan mengikuti traning center bersama pemain-pemain bintang Persib bandung. Di tahun pertamanya bermain di persib bandung dani menjadi pemain muda berbakat. (tamat)

dirangkai bersama:
Agung RP
Rizky MN
Prasetyo AW

Perubahan Membawa Kesuksesan



Perubahan Membawa Kesuksesan


Pada sore hari di Sungai Banyumili sedang terjadi keributan karena ulah si Samir. Samir merupakan remaja berumur 14 tahun yang tinggal di Desa Banyubiru. Hampir semua penduduk Desa Banyubiri mengenal Samir karena tingkah lakunya yang sering membuat onar di desa tersebut. Selain itu, dia juga tidak pernah menuruti perkataan orang tuanya. Onar yang terjadi di desa tidak hanya dibuat oleh Samir melainkan oleh “Ganknya” yang terdiri dari Alip, Choji, dan Tamin. Gank ini dijuluki bernama “Banyumandeg” dan Samir sebagai ketuanya.
Meskipun dia adalah anak yang nakal, di kelas Samir selalu mendapatkan ranking 1. Pada saat pengumuman kelulusan di SMP-nya dia memperoleh nilai tertinggi di sekolahnya, dan dia ditawari beasiswa oleh SMA Sukadisiplin. Beberapa hari setelah hari kelulusan, Gank “Banyumandeg” berkumpul di sebuah tempat. “Halo Bro!” Sapa Samir, “Kok sudah lama gak ke sini Mir?” Tanya Alip, “Iya nih, aku lagi banyak persiapan buat Ujian Nasional SMP” Jawab Samir,”Rencanamu kamu mau melanjutkan sekolah ke SMA mana, Mir?” Tanya Choji,”Belum tahu nih, tapi kemarin aku ditawari beasisiwa dari SMA Sukadisiplin” Ujar Samir, ”Wah sekolah bagu tuh Mir, mau diambil tidak beasiswanya?” Tanya Tamin,”Orang tuaku sih menyuruh aku untuk mengambilnya, tapi aku gak mau pisah dari kalian” Jawab Samir.
Samir pun kembali ke rumah dan menjelaskan kepada kedua orang tuanya, bahwa dia tidak mau sekolah di SMA Sukadisiplin. Namun orang tuanya terus membujuknya untuk mau sekolah di SMA Sukadisiplin, akan tetapi Samir tetap ngotot untuk tidak bersekolah di SMA Sukadisiplin. Dia lebih memilih untuk bersekolah di SMA Sukasantai karena dekat dengan rumahnya. Akhirnya Samir pun masuk di SMA Sukasantai meskipun orang tuanya tidak setuju.
Samir pun menjalani kehidupan di SMA nya dengan membuat banyak masalah dan keonaran. Sampai-sampai dia hampir dikeluarkan dari SMA Sukasantai karena tingkah lakunya tersebut. Banyak kesalahan yang sudah dia perbuat mulai dari terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas, berkelahi, merokok hingga pernah tawuran dengan sekolah lain. Karena banyak membuat onar nilainyapun lama-kelamaan menurun. Meskipun begitu orang tuanya tetap menasehatinya setiap saat namun Samir tetap saja nakal.
Begitu lulus SMA ia sangat menyesal karena mengetahui nilainya yang jauh menurun jika dibandingkan saat SMP, ia menceritakan hal tersebut kepada orang tuanya dan meminta maaf kepada orang tuanya atas semua kesalahan-kesalahan yang telah ia perbuat selama ini dan juga ia berjanji akan merubah sifat-sifatnya dan akan memperbaiki nilai akademiknya.
Saat ia akan mendaftar ke perguruan tinggi, ia ditolak oleh perguruan tinggi hingga 9 kali. Hingga akhirnya dia diterima di Universitas NangBanyu. Saat menjadi mahasiswa dia berhasil merubah sifat-sifatnya karena ia tidak mau mengulangi kesalahan-kesalahannya saat SMA. Ketiga teman lamanya yang juga diterima di Universitas Nangbanyu. Samir sering diajak untuk membuat berbagai masalah lagi, namun ia selalu menolaknya karena ia telah berjanji kepada orang tuanya
Akhirnya samir lulus dengan mendapat predikat terbaik dan dapat menyelesaikan pendidikan dengan cepat yaitu hanya 3,5 tahun. Dan ia diterima untuk bekerja di Departemen Keuangan sebagi pejabat tinggi, di pekerjaannya ia selau memberikan yang terbaik sehingga membuat seluruh hal yang dikerjakannya selalu terlihat baik di mata atasannya dan inilah yang membuat karirnya selaulu menanjak dan iapun menjadi orang sukses dan membuat bangga kedua orang tuanya

1. Ahmad Haulian Yoga Pratama   (XI-MIA7/04)
2. Edgar Alief Angkasa Putra         (XI-MIA7/11)
3. Habib Fathurohim                       (XI-MIA7/13)

Blogger news

SELAMAT DATANG DI KELAS XI MIPA 7 SMA TARUNA NUSANTARA

Disqus Shortname

Comments system